kesiapan belajar
Rabu, 15 Mei 2013
kesiapan belajar: faktor-faktor yang menentukan readiness
kesiapan belajar: faktor-faktor yang menentukan readiness: Kemampuan belajar siswa sangat menentukan keberhasilannya dalam proses belajar. Dalam, proses belajar tersebut, banyak faktor yang dapa...
faktor-faktor yang menentukan readiness
Kemampuan
belajar siswa sangat menentukan keberhasilannya dalam proses belajar. Dalam,
proses belajar tersebut, banyak faktor yang dapat mempengaruhi, antara lain
tiga faktor utama yang saling mempengaruhi dan berinteraksi dalam proses
belajar dan pembelajaran. Seseorang siswa yang suka terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan biasanya cerderung mengambil pendekatan pembelajaran yang sederhana
dan tidak mendalam. Sebaliknya, seorang siswa yang berintelegensi tinggi dan
mendapat dorongan positif dari orang tuanya, mungkin akan memilih pendekatan
belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil belajar dan pembelajaran.
Jadi, karena pengaruh fakto-faktor
tersebut, muncul siswa yang berprestasi tinggi dan siswa yang berprestasi
rendah atu gagal sama sekali. Di sini, guru yang kompeten dan professional
diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan munculnya kelompok siswa yang
menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor
yang mempengaruhi proses belajar dan pembelajaran mereka.
Untuk mengatasi
faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar dan pembelajaran tersebut maka seorang calon guru/pembimbing
seharusnya sudah dapat menyusun sendiri
prinsip-prinsip belajar, yaitu prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam
situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual.
Setelah mengetahui prinsip-prinsip
belajar tersebut, seorang guru perlu memahami dan benar-beanr
memperhatikan prinsip-prinsip tersebut
sehingga guru daapt mengimplikasikannya. Pemahaman dan perhatian yang
sungguh-sungguh terhadap hal ini akan dapat membantu guru dalam merencanakan
dan mengelola kegiatan pembelajaran secara maksimal.
Sesuai
penjabaran latar belakang di atas, tujuan penulisan makalah
ini untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan readiness (kesiapan
belajar).
Menurut Para Ahli
Borotis & Poulymenakou (2004),
readiness merupakan kesiapan mental
atau fisik suatu organisasi untuk suatu pengalaman atau tindakan e-learning
(dalam Priyanto, 2008).
Choucri dkk. (2003),
readiness merupakan kemampuan untuk
mengejar kesempatan menciptakan suatu nilai .
Dari beberapa pandangan di atas dapat disimpulkan
Sikap
siap secara fisik,mental untuk melakukan sesuatu dan sebagai segenap sifat atau
kekuatan yang membuat seseorang dapat bereaksi dengan cara tertentu.
Adapun
faktor-faktor yang menentukan readiness,yaitu :
1. Kematangan(maturation)
Kematangan
adalah suatu proses pertumbuhan yang ditentukan oleh proses pembawaan. Proses
kematangan ini belajar tanpa adanya usaha usaha yang disengaja untuk
mempercepat proses ini,dan proses kematangan ini juga berjalan jika ada
usaha-usaha untuk tantangan (challenges). Dalam hampir semua perubahan dalam
kelakuan seseorang,ada dua tenaga yaitu : proses belajar dan kematangan.
Kematangan
disebabkan karena perubahan “genes” yang menentukan perkembangan struktur
fisiologis dengan system saraf, otak, dan indera sehingga semua itu
memungkinkan individu matang mengadakan reaksi-reaksi terhadap setiap stimulus
lingkungan.
Kematangan ialah kedaan atau kondisi bentuk, struktur, dan fungsi yang lengkap atau dewasa pada suatu organisme, baik terhadap suatu sifat, bahkan seringkali semua sifat. Dalam proses kematangan terdapat tiga hal pokok:
Kematangan ialah kedaan atau kondisi bentuk, struktur, dan fungsi yang lengkap atau dewasa pada suatu organisme, baik terhadap suatu sifat, bahkan seringkali semua sifat. Dalam proses kematangan terdapat tiga hal pokok:
1)
Kematangan mengandung arti bahwa tidak semua perubahan dan kemajuan yang kita
lihat pada anak terjadi karena pengaruh lingkungan, terutama pendidikan dan
pengajaran, tetapi sebagian besar terjadi karena perkembangan dari dalam diri
anak.
2)
Proses kematangan terjadi melalui beberapa tingkat atau fase terlepas dari
bakat dan individu yang bersangkutan tidak ada fase yang tidak muncul atau bertukar
nomir dalam urutannya.
3)
Sebagian besar dari proses perkembangan psikis pada anak hendaklah dipandang
sebagai suatu kerjasama yang kompleks antara kematangan batiniah dan hasil
belajar yang diberikan oleh lingkungannya.
Kematangan membentuk sifat dan kekuatan
dalam diri untuk bereaksi dengan cara tertentu, yang disebut “readiness”.
Readiness yang dimaksud yaitu readiness untuk bertingkahlaku, baik tingkahlaku
yang instingtif (melalui proses hereditas), maupun tingkahlaku yang dipelajari.
2.
Pengalaman (eksperince)
Pengalaman adalah kejadian yang pernah
dialami (dijalani, dirasai, ditanggung dsb) baik yang sudah lama atau baru saja
terjadi.
Sebelum seseorang dapat mengerjakan
suatu tugas yang kompleks,ia harus dahulu mempunyai kecakapan dasar,misalnya :
bila seorang anak belum mempunyai readiness untuk membaca,maka ia tentu belum
dapat membaca sesuatu.
Jika seorang murid belum memiliki
pengalaman,maka sukar menelaah materi yang disampaikan oleh gurunya. Dengan
memiliki pengetahuan yang banyak,seorang murid juga perlu memiliki banyak
pengalaman seperti ilmu terapan dan membaca buku.
3.
Kesesuaian bahan dengan metode pengajaran (subject and teaching method
accordance)
Kalau kita bandingkan cara dan bahan
pengajaran dengan kemampuan seorang anak sejak lahir, maka dengan mudah kita
dapat memilih metode apa sih yang digunakan agar siswa sesuai mendapatkan apa yang diinginkan. Dalam
hal ini,kita harus melihat sejauh mana kesiapan seorang siswa dalam menerima
pembelajaran. Dengan begitu seorang pengejar juga akan lebih mudah menentukan
cara apa/metode apa yang harus digunakan,dan melalui bahan yang sesuai untuk di
ajarkan.
Untuk pengajaran yang bersifat skill
(kecakapan) harus dihubungkan dengan sesuatu objek yang mempunyai arti
(meaningfull),misalnya kecakapan harus yang berhubungan dengan sesuatu mata
pelajaran.
4.
Sikap emosional dan penyesuaian diri (emotional attitude and self adjucment)
Sikap emodianal adalah suatu kemampuan yang dapat mengerti
emosi diri sendiri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi diri
sendiri terekspresikan untuk meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan
pribadi.
Sebagian murid sulit untuk melakukan hal ini. Sikap
emosional seorang murid dalam belajar sangat mempengaruhi kesiapan belajarnya
(readiness for learning). Menurut penelitian,sperlima dari murid-murid yang
terbelakang membaca,disebabkan adanya ketegangan emosionalnya.
Ketegangan-ketegangan emosi (emotional tension) ini kerap kali merupakan sebab
dan akibat dari kegagalan belajar anak.
Hal-hal yang menimbulkan ketegangan emosi itu antara lain
disebabkan oleha :
a.
Kebutuhan
yang tidak terpenuhi
b.
Anak-anak
yang terlalu dilindungi (over protection)
c.
Rejection
(sikap antagonist terhadap orang lain. Anak yang diterima dengan tidak senang
hati oleh orang tuanya)
d.
Pengalaman
kegagalan di luar sekolah
e.
Kesulitankesulitan
diluar sekolah
Penyuaian
diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada
lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, pransangka, depresi,
kemarahan, dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai
dan kurang efisien bisa dikikis habis
Dengan memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas,
menyiratkan bahwa di sana individu seakan-akan mendapattekanan kuat untuk harus
selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baiksecara moral,
sosial, maupun emosional.
Sudut pandang berikutnya
adalah bahwa
penyesuaian diri dimaknai sebagai usaha penguasaan (mastery), yaitu kemampuan untuk
merencanakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga
konflik-konflik, kesulitan, dan frustrasitidakterjadi.
Beberapa kejadian yang
mengurangi kepercayaan terhadap diri pribadi anak (self confidence) yaitu
adanya sisnisme terutama di hadapan,orang banyak. Juga kompetisi yang terlalu
erat antara teman-teman kelompoknya
menimbulkan ketegangan emosional dan mengembangkan kepercayaanterhadap
diri anak tersebut.
sumber referensi
Tim Dosen Universitas Negeri Medan. Psikologi Pendidikan. 2013
Langganan:
Postingan (Atom)